(Pengantar Kajian Batu-Batu)
Oleh : Amna MADunia Batu Mulia saat ini menjadi trend dan menarik untuk dikaji. Pasalnya, Batu Mulia tidak sekadar aksesoris yang unik menghiasi tangan dan leher, tetapi sudah menjadi mata pencaharian yang cukup menjajikan sekaligus membuka lapangan kerja yang baru bagi pengrajin dan penjual batu mulia.
Menjual batu mulia, ibarat peramal atau paranormal yang secara "misteri" mampu mempesona sang pembeli. Bahkan hampir semua batu mampu diberi nama dan istilah yang beragam. Bukan itu saja, khasiat dan keutamaanya pun mampu dijelaskan secara detail, baik dari sudut pandang religi, ekonomi, sosial budaya dan seterusnya. Tak kalah menariknya, hampir semua jenis batu yang dulunya tidak memiliki arti dan makna serta nilai apa-apa, kini menjadi barang buruan yang memiliki harga dan nilai tambah, bahkan menjadi sebuah "TREND USAHA" baru yang membumi dan menjanjikan.
Ada studi kasus menyebutkan, bahwa di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan saat ini lagi Trend Usaha Batu Mulia jenis SISIK NAGA, dan sejumlah jenis batu sungai yang memiliki corak dan warna yang menarik bagi konsumen. Dari segi lapangan kerja tentu sangat menggembirakan, dengan modal gurindam, batu gosok, amplas (kertas gosok), dan serbuk intan, maka batu mulia (dari sungai dan gunung) yang masih bongkahan 'disulapnya' jadi batu cincin dan permata yang cantik dan siap dijual.
Disejumlah Galeri Batu Mulia di Kota Makassar pun tidak luput dari bongkahan batu, dari bongkahan batu sungai sampai batu gunung dipajang dan diperjual belikan, dengan harga yang fantasi. Sejumlah pengamat ekonomi pun mengamati fenomena ini, bahkan diantara mereka mulai mengkuatirkan dan memprediksi bahwa setahun kemudian Batu Sungai dan Batu Gunung akan menjadi lahan tambang baru bagi mafia batu mulia dengan mengambil kekayaan alam tanpa ada ijin dan tidak mampu melestarikannya dan menjaga serta merawat kelestarian alam.
Otomatis akan terjadi ketidak seimbangan ekosistem alam dan perusakan alam bahkan bisa sampai pada situs purbakala. Kedepan para mafia batu mulia ini akan menjarah semua situs batu mulia yang dilindungi. Apabila pemerintah tidak cepat mengatasi dan membuat regulasi dengan cepat dan tepat untuk mengatasi penjarahan batu mulia ini, maka cepat atau lambat kekayaan alam atau sumber daya alam, akan mengalami kerusakan secara totalitas dan dampak kerugian secara materi dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Pajak akan sangat terasa.
Asal usul keberadaan batu mulia pun sangat beragam mulai dalam negeri hingga luar negeri. Tidak sedikit penjual batu mulia mengeluarkan kocek atau pulus yang banyak untuk 'berburu' dan mendapatkan batu mulia tersebut. Apalagi, dengan segala aroma dan khasiat yang terkandung dalam batu mulia tersebut, maka nilai dan harganya pun cukup menggiurkan.
Intreprenur batu mulia tersebut digolongkan sebagai industri kreatif yang cukup menjanjikan. Dengan hadirnya "bisnis batu-batu" ini roda perekonomian daerah pun bakal berkembang. Menurut salah seorang penjual batu mulia di Galeri Batu GTC Makassar menyebutkan dalam seminggunya mampu meraih omset penjualan dari 5 juta sampai 10 juta rupiah. Di Kabupaten Enrekang, sejumlah pengrajin batu mulia menyebutkan, mampu menjual batu mulianya untuk dua bijinya dari harga 200 ribu hingga 400 ribu rupiah. Artinya, secara ekonomi mampu membantu kebutuhan rumah tangga.
Bisa jadi ketika ada pengusaha besar melirik industri kreatif sebagai lahan bisnis menjanjikan, maka akan terjadi sebuah suntikan modal usaha dan membangun Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang bergerak dalam pemberdayaan pengrajin batu mulia dan assosiasi pengusaha Batu Mulia, yang dikelola secara profesional, maka yakin saja akan mampu menembus pasar dunia dengan kualitas impor.
Para pengrajin batu mulia dan penjual batu mulia di Indonesia masih terkesan 'tradisional' sehingga karakteristik dan kualitas batu mulia yang dibutuhkan pasar masih penuh tanda tanya. Pasalnya, sejumlah aspek, kriteria, kualitas dan estetika masih belum terpenuhi dalam pengertian sederhananya adalah tehnik membelah posil atau bongkahan batu masih banyak mengalami 'kekacauan' dan tidak simestris, sehingga menghasilkan batu cincin yang negatif alias cacat dari segi ukuran, ster dan urat serta pancaran warna.
Kenapa demikian? Karena sebagian besar pengrajin batu mulia tidak memahami filosofi Batu Mulia dan tehnik pembuatan yang cerdas dan profesional. Tidak sedikit pengrajin batu mulia tersebut lahir secara otodidat dan panggilan sekadar mencoba dan mencoba. Inilah sebuah permasalahan yang harus dijawab oleh semua elemen masyarakat dan pemerintah, agar dapat memberikan solusi terbaik untuk keluar dari semua lingkaran kesulitan.
0 Komentar