(Catatan Akhir - Awal Tahun 2015)
Oleh : Amna Mawahidah Az-Zahra
Berbagai cara orang menggambarkan dan mengungkapkan kegembiraannya dalam menyambut tahun baru, bergantung dari konsep pemikiran, pemahaman, pengalaman dan keyakinan orang tersebut. Tidak semua orang memahami Tahun Baru dengan cara hura-hura dan nista serta kegilaan. Pandangan hura-hura dan nista serta kegilaan pun dalam kebudayaan dipahami sebagai sebuah bentuk prilaku yang sah-sah saja ketika sekelompok orang menjadikannya sebagai bentuk tradisi dalam dirinya dan kelompoknya.Lain halnya, ketika orang memandangnya dari sisi Religi (Agama) dipastikan punya konsep dan cara pandangnya sendiri, sehingga ketika dibenturkan dalam satu pemahaman moral, maka akan terjadi gesekan. Padahal, keduanya punya muatan dan derajat moral yang berbeda. Harusnya agama mampu menjadi inspirasi dan pencerahan dalam tubuh sebuah kebudayaan, agar akar pemahaman dalam memandang sebuah obyek masalah sosial dengan aneka ragam seninya menjadi tatanan yang penuh makna dan arti.
Artinya, kegiatan hura-hura, kenistaan dan 'kegilaan' dalam perspektif Agama akan lebih dipahami dan dimaknai sebagai unsur ketidak wajaran atau bahasa hukumnya adalah HARAM.
Tapi, apakah semua orang memahami ajaran agamanya dengan baik?
Inilah yang jadi problema karena hampir semua orang yang beragama tidak memahami agamanya dengan baik, lebih condong kita sebut orang yang berbudaya memakai baju agama.
Aku lebih suka memakai istilah, lebih baik orang berbudaya, tapi punya jiwa beragama, dari pada orang yang mengaku punya agama, tapi tidak berbudaya. Makin susah rasanya sekarang kita temukan orang berbudaya punya jiwa agama, dibandingkan orang mengaku beragama yang tidak berbudaya. Karena banyak kasus telah membuktikan bahwa ditengah krisis moral dan krisis kepercayaan yang melanda seluruh negara berkembang dan maju, telah menjadikan agama sebagai sekadar bendera dan simbol dalam meraih sebuah simpatisan untuk membantai umat manusia secara keji dan kejam.
Artinya apa? Semua simbol-simbol agama dijadikan sebuah pembelaan untuk membangun kepercayaan dan hirarki kekuasaan kelompoknya. Semua berbuntut pada membangun dinasti yang aristokrat dengan logo atau baju agama. Agama pun tidak lagi mampu dibangun sebagai pilar perdamaian dan budaya kearifan serta tatanan kehidupan yang harmonis, sesuai ajaran agama yang substansial.
Suatu saat orang akan menjadikan agama sebagai paranoid yang menyeramkan dan trauma akan kekejaman orang yang memakai baju agama, namun tak berbudaya, dan orang seperti itu sungguh menyedihkan. Seharusnya merekalah yang memberikan pencerahan tentang nilai-nilai agama, sebagaimana ajaran sebenarnya, yaitu saling menyayangi, mengasihi, mencintai, saling berbagi dan tolong menolong yang dibudayakan dalam kehidupan sendiri.
Bukan tujuan agama yang malah menciptakan manusia sebagai robot, yang mencampakkan kasih sayang dan cintanya terhadap sesama manusia. Menangkapi, menembaki, membusur, mengitimidasi dan membunuhnya secara sadis tanpa prikemanusiaan. Aku ingin katakan bahwa marilah kita maknai Tahun Baru ini dalam pandangan Agama yang berbudaya, sehingga dengan sendirinya kita mampu memaknai dan memahami arti kasih sayang Tuhan dan kearifan-Nya dalam setiap merayakan momen kebahagiaan.
Tahun Baru, hanya salah satu instrumen waktu yang menjadi momentum setiap tahun dalam sebuah proses perjalanan waktu, dari masa kemasa. Prinsipnya, pergantian waktu setiap hari dan minggunya sama saja, hanya karena periode masa yang memisahkan kostumnya, sehingga bermuatan seperti magnet yang menarik semua logam dan besi.
Tidak sekadar memaknai momen tahun baru dengan membakar ratusan juta kembang api, atau konvoi mobil-motor dengan knalpot yang bersuara roket keliling kota sampai pagi, atau bakar ikan, jagung dan lilin semalam suntuk yang semuanya itu hanya sekadar pemanis bibir belaka dengan penuh ilusi.
Tapi mari kita pengantar alam pikiran kita untuk masuk kedalam keberagamaan pada sebuah kontemplasi yang indah untuk kita nikmati dan kita bagi pada sesama sebagai cita rasa yang indah dan syahdu.
Aku yakin, coba kita ajak jiwa raga kita untuk rilex sejenak, sembari memenjamkan mata dan duduk tafakkur (merenung), tentang perjalanan hidup yang telah kita lewati dengan usia yang kita telah lalui.
Antar jiwa ragamu dalam suatu alam yang penuh pesona dan indah, dimasa ketika anda berkumpul dengan orang tuamu dan sanak keluargamu, hadirkan suasana ketika cinta mu sedang bersemi dan kemudian lewatilah kenangan indah itu, lalu masuklah dalam relung-relung sukmamu yang paling dalam temukan hakikat dirimu yang sebenarnya, lalu pejamkan mata hatimu sejenak dan sebutlah perlahan-lahan nama TUHAN-mu yang MAHA Pengasih lagi MAHA Penyayang.
Kini hadirkanlah jiwa ragamu diantara gelap gulitanya kehidupan, diantara kesendirian di alam tanpa nama, biarkan ketakutan menghampirimu agar nama TUHAN-mu selalu kau sebut-sebut, dan kau jadikan dzikir dan tasbih dalam kesendirianmu yang panjang.
Kini hadirkan jiwa ragamu diantara cahaya, dan teruslah menaiki anak tangga cahayamu, seperti TUHAN-mu menyebutnya CAHAYA DIATAS CAHAYA. Jangan kamu lepaskan cahayamu, sebagai petunjuk untuk melewati jalan yang penuh gelap gulita. Siapa pun yang diberikan CAHAYA-NYA maka dia akan dibimbing-Nya menuju keridhoan-NYA hingga ajal menjemput.
Afwan dan Salam buat semua pembaca dan teman serta publik facebook, semoga senantiasa mendapat Ridho-Nya, Rahmat-Nya dan Karunia-Nya, Kesehatan Wal-afiat, umur yang panjang serta Reski yang berlimpah dan keluarga yang sakinah di Tahun 2015,
Amiin Ya..Rabbal Alamin Allahumma Shalli Alaa Muhammad Wa Ali Muhammad.
Wassalam
By Amna MA from Makassar 2015
0 Komentar